Contoh Makalah Manajemen Zakat dan Wakaf
Judul Contoh Makalah:
Contoh Makalah Manajemen Zakat dan Wakaf
Contoh Makalah Manajemen Zakat dan Wakaf. Download File Format .doc atau .docx Microsoft Word dan PDF. Berikut ini kutipan teks dari isi Contoh Makalah Manajemen Zakat dan Wakaf.
Arti dan Definisi Zakat
Perkataan zakat  berasal dari kata zaka,  artinya tumbuh dengan subur.  Makna lain  kata zaka,  sebagaimana digunakan dalam  al - Qur‟an  adalah suci dari dosa  (M. Moh.  Ali, 1977: 311) Dalam kitab-kitab hukum islam,  perkataan zakat itu diartikan dengan suci, tumbuh dan berkembang serta  berkah. Dan  jika  pengertian itu dihubungkan dengan harta,  maka menurut ajaran   Islam,   harta   yang  dizakati itu  akan  tumbuh berkembang, bertambah karena suci dan berkah (membawa kebaikan bagi hidup  dan  kehidupan yang punya). Jika dirumuskan, maka   zakat   adalah bagian dari  harta   yang   wajib   diberikan oleh  setiap muslim  yang   memenuhi  syarat   kepada  orang-orang  tertentu,  dengan  syarat-syarat tertentu pula. Syarat-syarat tertentu itu adalah nisab,  haul  dan kadar-nya. Menurut hadits, yang  berasal dari  Ibnu  Abbas, ketika  Nabi  Muhammad mengutus Mu‟az  bin  Jabal  ke Yaman untuk  mewakili beliau  menjadi gubernur di sana,  antara  lain  Nabi  menegaskan bahwa zakat  adalah harta yang diambil dari  orang-orang kaya untuk  disampaikan kepada yang berhak menerimanya, antara  lain fakir dan miskin.
Prinsip-Prinsip Zakat
Menurut M.  A.  Mannan dalam   bukunya Islamic Economics: Theory and  Practice (Lahore, 1970 : 285),  zakat mempunyai enamprinsip, yaitu prinsip keyakinan keagamaan (faith), prinsip pemerataan (equity) dan  keadilan, prinsip produktivitas (productivity) dan kematangan, prinsip nalar  (reason), prinsip kebebasan (freedom), prinsip etik (ethic) dan kewajaran.
Prinsip keyakinan keagamaan menyatakan bahwa orang  yang  membayar zakat  yakin bahwa pembayaran tersebut merupakan salah   satumenifestasi keyakinan agama-nya, sehingga kalau   orang   yang  bersangkutan belum menunaikan zakatnya, belum merasa sempurna ibadahnya. Prinsip pemerataan dan  keadilan cukup   jelas   menggambarkan tujuan zakat yaitu membagi lebih  adil kekayaan yang telah diberikan Tuhan kepada umat manusia. Prinsip produktivitas dan kematangan menekankan bahwa zakat memang wajar harus  harus  dibayar karena milik  tertentu telah  menghasilkan produk tertentu. Dan  hasil (produksi) tersebut hanya   dapat  dipungut stelah   lewat  jangka waktu   satu  tahun  yang merupakan ukuran normal memperoleh hasil  tertentu. Prinsip nalar  dan kebebasan menjelaskan bahwa zakat  hanya  dibayar oleh  orang  yang  bebas  dan  sehat  jassmani dan rohaninya,  yang   merasa  mempunyai  tanggung  jawab   untuk   membayar  zakat   untuk kepentingan bersama. Zakat  tidak  di pungut dari orang  yang  sedang dihukum atau orang yang menderita sakit jiwa. Akhirnya prinsip etik dan kewajaran menyatakan bahwa zakat tidak     akan     diminta   secara     semena-mena   tanpa     memperhatikan   akibat     yang ditimbulkannya. Zakat  tidak mungkin dipungut, kalau  karena pemungutan itu orang  yang membayarnya justru  akan menderita (Mubyarto, 1986 :33).
Tujuan Zakat
Yang  dimaksud dengan tujuan zakat,  dalam  hubungan ini adalah sasaran praktisnya. Tujuan tersebut, selain  yang telah disinggung diatas, antara  lain adalah sebagai berikut:
- Mengangkat derajat fakir-miskin dan membantunya ke luar dari kesulitan hidup serta penderitaan.
- Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh paragharimin, ibnussabil dan mustahiq lainnya.
- Membentangkan dan membina talipersaudaraan sesama umat Islam dan manusia pada umumnya.
- Menghilangkan sifat kikir.
- Membersihakan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati orang-orang miskin.
- Menjebatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin dalam suatu masyarakat.
- Mengembangkan rasa tanggung jawab social pada diri seseorang, terutama pada mereka yang mempunyai harta.
- Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain yang ada padanya (Pedoman zakat (4), 1982 : 27 – 28).
- Sarana pemerataan pendapatan (rezeki) untuk mencapai keadilan sosial.
Hikmah Zakat
Zakat  sebagai lembaga Islam  mengandung hikmah yang  bersifat rohaniah dan filosofis, hikmah itu digambarkan dalam  berbagai ayat al –Qur‟an  (2 : 261, 2 : 267, 9 : 103, 30 : 39) dan al-Hadist. Diantara hikmah-hikmah itu adalah :
- Mensyukuri karunia Ilahi, menumbuhsuburkan harta dan pahala serta membersihkan diri dari sifat-sifat kikir, dengki, iri serta dosa.
- Melindungi masyarakat dari bahaya kemiskinan dan akibat kemelaratan.
- Mewujudkan rasa solidaritas dan kasih saying antara sesame manusia.
- Manifestasi kegotongroyongan dan tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa.
- Mengurangi kefakimiskinan yang merupakan masalah sosial.
- Membina dan mengembangkan stabilitas sosial salah satu jalan mewujudkan keadilan sosial.
Syarat-Syarat Zakat
Menurut para  ahli  hokum Islam,  ada bebrapa syarat  yang  harus  dipenuhi agar kewajiban zakat  dapat  dibebankan pada  harta  yang  dipunyai oleh  seorang muslim. Syarat-syarat itu adalah :
- Pemilikan yang pasti, artinya sepenuhnya berada dalam kekuasaan yang punya, baik kekuasaan pemanfaatan maupun kekuasaan menikmati hasilnya.
- Berkembang, artinya harta itu berkembnag baik secara alami berdasarkan sunnatullah maupun bertambah karena ikhtiar atau usaha manusia.
- Melebihi kebutuhan pokok, artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu melebihi kebutuhan pokok yang diperlukan oleh diri dan keluarganya untuk hidup wajar sebagai manusia.
- Bersih dari hutang, artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu bersih dari hutang, baik hutang kepada Allah (nazar, wasiat) maupun hutang kepada sesame manusia.
- Mencapai nisab, artinya mencapai jumlah minimal yang wajib dikeluarkan zakatnya.
- Mencapai haul, artinya harus mencapai waktu tertentu pengeluaran zakat, biasanya dua belas bulan atau setiap kali setelah menuai atau panen (Abdullah Nasih Ulwan, 1985 : 9-15).
Macam-Macam Zakat
Zakat  terdiri atas :
- Zakat mal atau zakat harta adalah bagian dari harta kekayaan seseorang (juga dalam hukum) yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu setelah dipunyai selama jangka waktu tertentu dalam jumlah minimal tertentu. Pada umumnya didalam kitab-kitab hukum fikih Islam harta kekayaan yang wajib dizakati atau dikeluarkan zakatnya digolongkan ke dalam kategori emas, perak, dan uang (simpanan), barang yang diperdagangkan, hasil peternakan, hasil bumi, hasil tambang dan barang temuan. Masing-masing kelompok itu berbeda nisab dan kadarnya.
- Zakat fitrah adalah pengeluaran wajib dilakukan oleh setiap muslim yang mempunyai kelebihan dari keperluan keluarga yang wajar pada malam dan hari raya Idulfitri, sebagai tanda syukur kepada Allah karena telah selesai menunaikan ibadah puasa. Zakat fitrah ini, selain dari untuk menggembirakan hati fakir-miskin pada hari raya Idulfitri itu, juga dimaksudkan untuk menyucibersihkan dosa-dosa kecil yang mungkin ada ketika melaksanakan puasa Ramadhan (al-Hadist), agar orang itu benar-benar kembali kepada keadaan ftrah, suci seperti ketika dilahirkan ibunya. Orang Islam yang mempunyai bahan makanan pokok lebih dari dua setengah kg pada waktu itu, wajib membayar zakat fitrah sebagai upaya pendidikan agar orang gemar membelanjakan hartanya untuk kepentingan orang lain, kedatipun setelah mengeluarkan zakat fitrah itu ia berhak menerima bagian yang mungkin lebih besar dari yang dikeluarkannya (Yusuf al-Qardhawi, A.A. Basyir, 1975 : 51 -52).
Penerima Zakat
Mengenai penerima zakat  dapat  dibagi ke  dalam   dua  kategori, yaitu  yang berhak  dan  yang   tidak   berhak  menerima  zakat   sebagaimana  yang   akan   diuraikan berikut ini :
1.   Yang berhak menerima zakat
Yang  berhak menerima zakat  menurut ketentuan al- Qur‟an  surah  9  (at-Taubah ayat   60,   adalah  fakir,   miskin,  amil,   muallaf,  riqab,   gharim,  sabilillah,  dan ibnussabil (seperti berulang-ulang telah disebut di atas).
2.   Yang  tidak berhak menerima zakat 
Yang  tidak  boleh  menerima zakat  adalah kelompok orang-orang berikut adalah keturunan Nabi  Muhammad berdasarkan hadist   Nabi  sendiri, kelompok orang kaya,  keluarga Muzzaki yakni  keluarga orang-orang yang  wajib  mengeluarkan zakat,  orang  yang  sibuk  beribadah sunnat untuk  kepentingan dirinya sendiri tetapi meluoakan kewajibannya mencari nafkah untuk  diri dan keluarga dan orang-orang yang  menjadi tanggungannya, dan  orang  yang  tidak  mengakui adanya Tuhan dan menolak ajarang agama. Mereka disebut mulhid atau   atheis   (Abdullah Nasih Ulwan, 1986 : 70-74, pedoman zakat  (3), 1982 : 35-38).
Beberapa Permasalahan Zakat  di Indonesia
1.   Pemahaman Zakat
Yang   dimaksud dengan pemahaman disini   adalah pengertian umat   Islam tentang lembaga zakat  itu. Pengertian mereka sangat terbatas kalau  dibandingkan dengan pengertian mereka tentang shalat  dan  puassa, misalnya. Ini  disebabkan karena pendidikan keagamaan Islam  dimasa yang  lampau kurang menjelaskan pengertian dan  masalah zakat  ini.  Akibatnya, karena kurang paham, umat  Islam kurang pula melaksanakannya (Pedoman Zakat  (2), 1982:9).
2.   Konsepsi Fikih  Zakat
Yang  dimaksud dengan konsepsi fikih  zakat  adalah konsep pengertian dan pemahaman  mengenai  zakat   hasil   ijtihad  manusia.di  dalam   al- Qur‟an   hanya disebutkan pokok-pokoknya saja  yang  kemudian dijelaskan oleh  sunnah Nabi Muhammad. Fikih  zakat  yang  diajarkan pada  lembaga-lembaga pendidikan Islam di  Indonesia hamper seluruhnya hasil  perumusan para  ahli  beberapa abad  yang lalu,   yang   dipengaruhi  oleh   situasi  dankondisi  masa   itu.  Perumusan  tersebut banyak  yang    tidak    tepat    lagi   untuk    dipergunakan  mangatur  zakat    dalam masyarakat modern sekarang saat ini. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sekarang, yang  mmepunyai sektor-sektor industry, pelayanan jasa,  misalanya, tidak tertampung oleh   fikih   zakat   yang   telah   ada  itu.  Dalam fikih   zakat   yang   ada sekarang,  yang   wajib   dizakati  hanyalah  emas,   perak,    barang-barang  niaga, makanan yang   mengenyangkan, binatang peliharaan seperti unta,   domba dan sebagainya.   Yang    demikian   memang   tidak    sesuai     dengan   perkembangan masyarakat Islam   di  masa   yang   lalu,  tetapi   tidak   cocok   lagi  dengan keadaan sekarang. 
3.   Pembenturan Kepentingan
Yang  dimaksud dengan pembenturan kepentingan adalah pembenturan kepentingan organisasi-organisasi atau  lembaga-lembaga sosial  Islam  yang memungut zakat  selama ini dengan misalnya Bazis  atau Baz sebagai lembaga atau organisasi   amil    zakat    baru.    Kalau    pengumpulan  zakat    dilakukan   secara terkoordinasi dalam  badan-badan baru  itu,  lembaga yang  lama  merasa khawatir kepentingannya akan  terganggu (Pedoman Zakat  (1),  1982:16). Sesungguhnya, kekhawatiran ini tidak  perlu  ada  asal  saja  semua dilaksanakan dengan tertib  dan berencana, baik  mengenai pengumpulan maupun tentang pendayagunaannya.
4.   Sikap  Kurang Percaya
Di   samping  kesadaran  yang    makin  tumbuh  dalam    masyarakat  Islam Indonesia tentang pelaksanaan zakat,  dalam  masyarakat ada  juga  sikap  kurang percaya terhadap penyelenggaraan zakat  itu.  Sikap  ini adalah peninggalan sejarah, seperti sikap  kurang percayanya orang  terhadap penyelenggaraan koperasi, karena kesalahan-kesalahan yang  dibuat oleh pengurusnya. Namun sikap  ini  sangat dapat dikurangi, jika  tidak  dapat  dihapuskan samasekali, kalau  diciptakan organisasi yang baik terutama s ystem  administrasinya, pengawas yang ketat  dan sempurna.
5.   Sikap Tradisional
Penghambat lain adalah kebiasaan para wajib  zakat,  terutama diperdesaan,menyerahkan zakatnya tidak  kepada kedelapan kelompok atau beberapa dari  delapan golongan yang  berhak menrima zakat,  tetapi  kepada para pemimpin agama setempat. Pemimpin agama ini  tidak  bertindak sebagai amil yang  berkewajiban membagikan atau  menyalurkan zakat   kepada mereka yang berhak menerimannya, tetapi   bertindak sebagai mustahiq (orang yang   berhak menerima zakat)   sendiri dalam   kategori sabilillah yakni   orang   yang   berjuang dijalan Allah. Cara  dan  siakp  ini  tidak  sepenuhnya salah,  namun sikap  tersebut seharusnya  ditinggalkan.  Diantaranya  untuk   menghindari  penumpukan  harta (zakat)  pada    orang    tertentu,  padahal  salah    satu   dari   tujuan  zakat    adalah pemerataan rezeki  untuk  mencapai keadilan sosial.
   Berbagai Upaya Pemecahan
1.   Penyebarluasan Pengertian Zakat
Usaha   penyebarluasan  pengertian  zakat   secara   baik   dan   benar,   sebaiknya dilakukan  melalui  pendidikan,  baik   formal  maupun  nonformal.  Secara  masal penyebaluasan pengertian zakat  itu dapat  dilakukan mellaui oenyuluhan, terutama tentang hukumnya, barang yang  wajib  dizakiati,pendayagunaan dan pengorganisasiannya, sesuai  dengan perkembangan zaman.
2.   Membuat atau Merumuskan Fikih  Zakat  Baru
Untuk keperluan ini  harus  ada  kerjasama antara  para  ahli  berbagai bidang yang  erat hubungannya dengan zakat,  misalnya sekeddar contoh,para ahli pengetahuan  Islam,   ahli  (hukum)  fikih,   sarjana  hukum,  sarjana  ekonomi  dan sarjana   sosial.   Fikih    zakat    yang    baru    itu   diharapkan  dapat    menampung perkembangan yang  ada dan  bakal  ada di Indonesia. Mengenai barang yang  wajib dizakati, sebagai sumber zakat,  hendaknya disebutkan jenis  barang yang  bernilai ekonomis  yang   ada   dalam   masyarakat  Indonesia  sekarang.  Di   samping  itu disebutkan  juga    penghasilan  tetap    dan    tidak    tetap    seseorang  yang    perlu dikeluarkan  zakatnya  agar   penghasilan  yang   diperoleh  seseorang  itu  menjadi bersih  dari hak orang  lain  dan berkah.
Zakat  dan  Perundang-undangan
Potensi zakat,  baik  penerimaan maupun pengeluarannya cukup  besar.  Supaya ia menjadi riil sebagai dana  untuk  menanggulangi kemiskinan dan sarana pemerataan pendapatan untuk  menciptakan keadilan sosial, pengelolaan sosial, pengelolaan zakat sebaiknya diatur  oleh pemerintah melalui peraturan perundang-undangan. Pengaturan melalui peraturan perundang-rundangan ini, setidak-tidaknya dengan peraturan pemerintah,  tidak   hanya   akan   memperlancar  proses  pengelolaan  dan pendayagunaannya, tetapi  juga  untuk  memecahkan berbagai masalah yang  berkenaan dengan pelaksanaan pengumpulan zakat.  Sebagai ajaran  yang  menekankan pada  rasa persaudaraan dan rasa kasih  sayang terhadap sesama manusia.
 Pengertian Wakaf
Perkataan waqf,  yang  menjadi wakaf  dalam  bahasa Indonesia, berasal dari kata  kerja  bahasa Arab  waqafa yang  berarti menghentikan, berdiam di  tempat atau menahan sesuatu. Pengertian menghentikan ini  (kalau) dihubungkan dengan ilmu baca  al-Qur‟an (ilmu  tajwid) adalah tata  cara  menyebut huruf -hurufnya, dari  mana dimulai  dan   dimana  harus   berhenti.  Wakaf  dalam    pengertian  ilmu   tajwid  ini mengandung makna menghentikan bacaan, baik  seterusnya maupun untuk  mengambil nafas   sementara.  Menurut  aturannya  seorang  pembaca  tidak   boleh   berhenti  di pertengahan suku   kata,   harus   pada   akhir   kata  di  penghujung ayat  agar  bacaannya sempurna.  Pengertian  wakaf   dalam   makna  berdiam  di  tempat,  dikaitkan  dengan wuquf yakni  berdiam di  Arafah pada  tanggal9 Zulhijjah ketika  menunaikan ibadah haji. Tanpa  wuquf di Arafah ti dak ada haji bagi seseorang.
Pengertian menahan (sesuatu) dihubungkan dengan harta  kekayaan, itulah yang dimaksud dengan wakaf  dalam  uraian ini. Wakaf adalah menahan sesuatu benda untuk  diambil manfaatnya sesuai  dengan ajaran  Islam.
Di dalam  kepustakaan, sinonim waqf  adalah habs.  Kedua-duanya kata  benda yang  berasal dari  kata  kerja   waqafa dan  habasa, artinya menghentikan, menahan seperti yang  dikemukakan di  atas.  Bentuk jamaknya adalah awqaf  untuk  waqf  dan ahbas  untuk  habs.  Perkataan habs  atau  ahbas  biasanya dipergunakan di Afrika Utara di kalangan pengikut mazhab Maliki.
Di  dalam   al-Qur‟an surah  al-Haj (22)  ayat  77  Tuhan memerintahkan agar manusia berbuat kebaikan supaya hidup   manusia itu  bahagia.di surah   lain  Allah memrintahkan manusia untuk  membelanjakan (menyedekahkan) hartanya yang  baik (2 :267).  Dalam surah  al-Imran (3) ayat  92 Tuhan menyatakan bahwa manusia tidak akan  memperoleh kebaikan, kecuali jika  ia menyedekahkan sebagian dari  harta  yang disenanginya (pada  orang  lain).  Menurut hadist  Nabi  yang  diriwayatkan oleh Muslim berasal dari  Abu  Hurairah, seorang manusia yang  meninggal dunia   akan  berhenti semua pahala amal   perbuatannya,kecuali pahala tiga  amalan yaitu   pahala amalan shadaqah jariyah (sedekah yang  pahalanya tetap  mengalir) yang  diberikannya selama ia  hidup, pahala ilmu  yang  bermanfaat (bagi  orang  lain)  yang  diajarkannya selama hayatnya, dan  doa  anak  (amal) saleh  yakni  anak  yang  membalas guna  orang  tuanya dan  mendoakan ayah-ibunya kendatipun orangtuanya itu  telah  tiada  bersama dia  di dunia   ini.  Para  ahli  sependapat bahwa yang  dimaksud dengan (pahala) shadaqah jariyah dalam  hadist  itu  adalah (pahala) wakaf  yang  diberikannya di  kala  seseorang masih  hidup  (A. A. Basyir, 1977 : 7).
Harta   yang   diwakafkan  haruslah  benda   yang   kekal   zatnya  (tahan  lama wujudnya), tidak  lekas  musnah stelah  dimanfaatkan,lepas dari kekuasaan orang-orang yang  berwakaf, tidak  dapat  diasingkan kepada pihak  lain,  baik  dengan jalan  jual-beli hibah  maupun dengan warisan, serta  untuk  keperluan amal  kebajikan sesuai  dengan ajaran  Islam. 
Unsur-Unsur Wakaf
1.   Orang  yang Mewakafkan Hartanya (Wakif)
Orang  yang  mewakafkan hartanya, dalam  istilah hukum Islam  disebut wakif. Seorang  wakif    haruslah  memenuhi  syarat    untuk    mewakafkan  hartanya,  di antaranya adalah kecakapan bertindak, telah  dapat  mempertimbangkan baik buruknya perbuatan yang  dilakukannya dan benar-benar pemilik harta  yang diwakafkan itu.  Mengenai harta  yang  diwakafkan perlu  dicatat bahwa harta  itu harus   bebas   dari   beban   hutang  pada   orang   lain.   Kalau   ada,   beban   itu  harus diangkat lebih dahulu supaya dengan tindakannya itu wakif  tidak merugikan orang lain.  Seorang wakif  tidak  boleh  mencabut kembali wakafnya dan  dilarang pula menuntut agar  harta  yang  sudah  diwakafkan dikembalikan ke dalam  (bagian) hak miliknya.
2.   Harta  yang  Diwakafkan (Mauquf)
Barang atau  benda   yang  diwakafkan (mauquf) haruslah memenuhi syarat- syarat  berikut. Pertama, harus  tetap  zatnya dan  dapat  dimanfaatkan untuk  jangka waktu  yang  lama,  tidak  habis  sekali  pakai.  Pemanfaatan itu haruslah untuk  hal-hal yang  berguna,halal dan  sah  menurut hukum. Kedua, harta  yang  diwakafkan itu haruslah jelas  wujudnya dan  pasti  batas-batasnya (jika  berbentuk tanah). Ketiga, benda  itu sebagaimana disebutkan diatas, harus  benar-benar kepunyaan wakif  dan bebas  dari segala beban. Keempat, harta  yang  diwakafkan itu dapat  berupa benda dapat  juga  berupa benda  bergerak seperti buku-buku, saham, surat-surat berharga dan  sebagianya. Kalau   ia  berupa saham atau  modal, haruslah diusahakan agar penggunaan  modal  itu   tidak    untuk    usaha-usaha  yang    bertentangan  dengan ketentuan-ketentuan hukum Islam,   misalnya untuk  mendirikan atau  membiayai tempat  perjudian  atau   usaha-usaha  maksiat  lainnya  (A.A.   Basyir,  1977:10:A. Wasit  Aulawi, 1975:3).
3.   Tujuan Wakaf (Mauquf ‟alaih)
Tujuan wakaf   adalah untuk   mendapatkan keridhaan Allah, dalam   rangka beribadah  kepada-Nya.  Sebagimana  halnya  dengan  zakat,   wakaf   merupakan ibadah malliyah berbentuk shadaqah jariyah yakni  sedekah yang  terus  mengalir pahalanya untuk  orang  yang  menyedekahkannya selama barang atau  benda  yang disedekahkan itu masih  ada dan  dimanfaatkan.oleh karena sifatnya yang demikian itu, maka  tujuan wakaf  wakaf  tidak  boleh  bertentangan dengan nilai-nilai ibadah. Tujuan  wakaf   itu   harus   dapat   dimasukkan  ke   dalam   kategori  ibadah  pada umumnya,  sekurang-kurangnya  tujuannya  harus   merupakan  hal   yang   mubah menurut ukuran (kaidah) hukum Islam.  Adalah mubah atau  jaiz  atau  boleh  saja kalau    misalnya  orangmewakafkan  tanahnya  untuk    kuburan,  pasar,lapangan olahraga,  dan  sebaginya  dalam   rangka  pelaksanaan  ibadah  umum  atau   ibadah amah.  Kalau  tujuan wakaf  itu  untuk  kepentingan umum, maka  harus  ada  badan yang  mengurusnya.
4.   Pernyataan (Sighat) Wakif
Pernyataan wakif  yang  merupakan tanda  oenyerahan barang atau  benda  yang diwakafkan itu, dapat  dilakukan dengan lisan  atau  tulisan. Dengan penyataan itu, tanggallah hak wakif  atas benda  yang  diwakafkannya.
Syarat-Syarat Wakaf
Di samping rukun-rukun wakaf  tersebut di atas, ada pula  syarat-syarat sahnya suatu pewakafan benda  atau harta seseorang. Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut:
- Perwakafan benda itu tidak dibatasi untuk jangka waktu tertentu saja, tetapi untuk untuk selama-lamanya. Wakaf yang dibatasi waktunya untuk lima tahun saja misalnya, adalah tidak sah.
- Tujuannya haruis jelas, tanpa menyebutkan tujuan secara jelas,pewakafan tidak sah.namun apabila seorang wakif menyerahkan tanahnya kepada suatu badan hukum tertentu yang sudah jelas tujuan dan usahanya, wewenang untuk penentuan tujuan wakaf itu berada pada badan hukum yang bersangkutan sesuai dengan tujuan badan hukum itu.
- Wakaf harus segera dilaksanakan setelah ikrar wakaf dinyatakan oleh wakif tanpa menggantungkan pelaksanaannya pada suatu peristiwa yang akan terjadi di masa yang akan datang.
Macam Wakaf
1.   Wakaf Keluarga atau Wakaf Ahli
Yang  dimaksud dengan wakaf  keluarga atau  wakaf  ahli  (disebut juga  wakaf khusus)  adalah  wakaf   yang   khusus  diperuntukkan  bagi   orang-orang  tertentu, seorang atau  lebih,  baik  ia keluarga wakif  maupun orang  lain.  Dalam hubungan dengan   wakaf    keluarga   ini    perlu    dicatat   bahwa   harta    pusaka   tinggi    di Minangkabau misalnya, mempunyai cirri-ciri yang  sama  dengan wakaf  keluarga. Ia merupakan harta  keluarga yang  dipertahankan tidak  dibag-bagi atau diwariskan kepada  keturunan   secara    individual,   karena  ia   telah    diperuntukkan   bagi kepentingan keluarga, memenuhi kebutuhan baik  dalam   keadaan biasa  apalagi dalam  keadaan yang tidak disangka-sangka (darurat).
2.   Wakaf Umum
Yang  dimaksud dengan wakaf  khairi  atau  wakaf  umum adalah wakaf  yang diperuntukkan bagi  kepentingan atau  kemaslahatan umum. Wakaf jenis  ini  jelas sifatnya sebagai  lembaga keagamaan dan  lembaga sosial  dalam  bentuk mesjid, madrasah,pesantren, asrama, rumah sakit,   rumah yatim-piatu, tanah   pekuburan dan sebagainya. Wakaf khairi  atau wakaf  umum inilah  yang  paling sesuai  dengan ajaran   Islam   dan   yang   dianjurkan  pada   orang   yang   mempunyai  harta   untuk melakukannya guna  memperoleh pahala yang  terus  mengalir bagi  orang   yang bersangkutan kendatipun ia telah  meninggal dunia,  selama wakaf  itu masih  dapat diambil manfaatnya. Dari  bentuk-bentuknya tersebut diatas, wakaf  khairi  ini jelas merupakan wakaf  yang  benar-benar dapat  dinikmati manfaatnya oleh  masyarakat dan merupakan salah  satu sarana penyelenggaraan kesejahteraan masyarakat baik dalam  bidang keagamaan maupun dalam  bidang ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan (A.A.  Basyir, 1977:15).
Pemilikan Harta  Wakaf
Para    ahli   hukum  (fikih)  Islam    sependapat  bahwa  sebelum  harta    yang diwakafkan, pemiliknya adalah orang  yang  mewakafkannya. Dan  setelah harta  wakaf itu  diwakafkan  oleh   wakif,  pemilikannya  beralih  kepada  Allah   dan   manfaatnya menjadi hak  mauqul „alaih  ( : orang  atau  orang   yang  berhak memperoleh hasil  harta wakaf   itu).  Sebab, menurut pendapat umum, begitu wakif   selesai mengucap ikrar wakaf   seketika itu  juga  pemilikan harta  yang  di  wakafkannya tanggal (lepas) dari tangannya dan berpindah (kembali) menjadi milik  Allah, tidak  pada  orang  atau badan yang   disebut dalam   tujuan wakaf   itu.  Dengan kalimat lain,   pemilikan atas  harta wakaf, setelah ikrar  wakaf  diucapkan oleh  wakif, berpindah (kembali) kepada Allah, tidak  tetap di tangan wakif  dan tidak  pula berpindah menjadi milik  mauqufalaih.
Dengan demikian, harta  wakaf  itu  menjadi amanat Allah  yang  memerlukan orang   atau   badan   hukum  mengurus  atau   mengelolanya.  Orang   atau   badan   yang mengurus wakaf  disebut nadzir atau mutawalli. 
Pengurus Wakaf: Nadzir atau Mutawalli
Nadzir  wakaf    adalah  orang   atau   badan    yang   memegang  amanat  untuk memelihara dan  mengurus harta   wakaf   sebaik-baiknya sesuai   dengan wujud dan tujuannya.  Pada   dasarnya,  siapa   saja   dapat   menjadi  nadzir  asal   saja   ia  berhak melakukan tindakan hukum. Namun demikian, kalau  nadzir itu  adalah perorangan, para  ahli  menentukan beberapa syarat  yang  harus  dipenuhinya. Syarat tersebut adalah telah  dewasa, berakal sehat,  dapat  dipercaya dan  mampu menyelenggarakan segala urusan yang berkenaan dengan harta wakaf.
Nadzir  berhak  mendapatkan  upah   untuk   jerih   payahnya  mengurus  harta wakaf, selama ia  melaksanakan tugasnya dengan baik.  Besarnya sesuai   ketentuan wakif, biss  sepersepuluh, seperdelapan dari  hasil  tanah   yang  diwakafkannya atau berapa saja  yang  pantas menurut pertimbangan wakif. Nadzir wakaf   adalah orang yang  memegang amanat pemeliharaan dan  pengurusan wakaf  sesuai  dengan wujud dan  tujuannya. Yang  berhak menentukan nadzir wakaf   adalah wakif. Mungkin ia sendiri yang  menjadi nadzir, mungkin pula  diserahkannya kepada orang  lain,  baik perorangan maupun organisasi. Agar  pewakafan dapat  terselenggara dengan sebaik- baiknya,pemerintah   berhak   campur  tangan   mengeluarkan   berbagai   peraturan mengenai perwakafan, termasuk menentukan nadzirnya (A.A.Basyir, 1977:19, Abdoerraoef, 1970:131).
Penerapan Fikih  Wakaf di Indonesia
Penerapan fikih  wakaf  di Indonesia, terdapat perkembangan. Kalau  sebelum tahun  tujuh  puluhan, untuk  memahami fikih  wakaf  di Indonesia hanya  dipergunakan pendapat ahli  mazhab S yafi‟I, namun, setelah tahun  tujuh  puluhan ketika  para hakim pengadilan  agama  telah   banyak  dijabat  oleh   alumni  IAIN,   tampak  perubahan orientasi, tidak  terbatas lagi  hanya   pada   fikih   Islam   mazhab Syafi‟i,   tetapi   sudah meluas, berkembang meliputi juga  paham yang  tumbuh dalam  mazhab hukum (fikih) Islam  lainnya. Dengan demikian, pemahaman dan penerapan fikih  wakaf  di tanah  air kita   telah   berkembang  pula   baik   dalam    teori   maupun  dalam    putusan  Badan Pengadilan Agama.
Bentuk Wakaf di Indonesia
Di Indonesia,wakaf pada  umunya berupa benda-benda konsumtif, bukan barang-barang yang  produktif, ini  dapat  dilihat pada  mesjid, sekolah-sekolah, panti asuhan,  rumash  sakit,    dan   sebagainya.  Ini   disebabkan  karena  beberapahal,  di antaranya adalah (di  jawa  misalnya) tanah   telah  sempit dan  di  daerah-daerahlain, menurut hukum adat  (dahulu), hak  milik   perorangan atas  tanah   dibatasi oleh  hak masyarakat hukum adat,seperti hak  uluyat misalnya. Dan  oleh  karena harta   yang diwakafkan  itu  pada   umumnya  adalah  barang-barang  konsumtif,  maka   terjadilah masalah mengenai biaya  pemeliharaannya. Untuk mengatasi kesulitan it u,perlu dicari sumber dana tetap melelui wakaf  produktif. 
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang sudah  dikemukakan jelas zakat  dan wakaf  di Indonesia saat  ini  perlu   mendapatt perhatian khusus, karena lembaga-lembaga tersebut merupakan lembaga yang  potensial untuk  dikembangkan, tetapi  pengelolaannya sampai saat  ini  belum optimal. Dengan adanya BAZNAS dan  LAZ  diharapkan pengelolaan zakat  lebih  terarah sehingga tujuan orang  berzakat dapat  tercapai. Diharapkan juga  undang-undang Wakaf dan Badan Wakaf Indonesia segera terealisasi, sehingga wakaf  dapat  dikelola secara  prodoktif dan dapat mewujudkan kesejahteraan dan keadilan social  dalam  masyarakat.
Selengkapnya silahkan lihat dan download Contoh Makalah Manajemen Zakat dan Wakaf pada link di bawah ini.
Download Contoh Makalah:
[ Format File .doc / .docx Microsoft Word dan PDF]
Contoh Makalah Manajemen Zakat dan Wakaf.docx
Contoh Makalah Manajemen Zakat dan Wakaf.pdf
 
 
  
 
  
Posting Komentar untuk "Contoh Makalah Manajemen Zakat dan Wakaf"